Tanah bisa mengalami kerusakan. Bahkan tanah termasuk wujud alam yang mudah mengalami keruasakan. Salah satu contoh kerusakan tanah adalah erosi tanah. Erosi adalah suatu proses penghancuran tanah (detached) dan kemudian tanah tersebut dipindahkan ke tempat lain oleh kekuatan air, angin, gletser atau gravitasi. Di Indonesia erosi yang terpenting adalah disebabkan oleh air. Erosi dapat berlangsung begitu dahsyat, erosi bisa mengakibatkan dataran longsor. Karena erosi pula, tempat tinggal nelayan yang ada di tepi pantai bisa terancam keberadaannya.
Sebab–sebab erosi tanah karena beberapa hal berikut :
a.Tanah gundul atau tidak ada tanamannya.
b.Tanah miring tidak dibuat teras–teras dan guludan sebagai penyangga air dan tanah yang lurus.
c.Tanah tidak dibuat tanggul pasangan sebagai penahan erosi.
d.Pada tanah di kawasan hutan rusak karena pohon–pohon ditebang secara liar sehingga hutan menjadi gundul.
Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi erosi tanah adalah sebagai berikut :
1. Tekstur dan Kesuburan Tanah.
Tanah yang banyak ditumbuhi tumbuh-tumbuhan lebih subur daripada tanah gundul atau tidak ada tumbuh-tumbuhannya, karena di dalamnya terkandung lapisan bunga tanah yang tidak terkena erosi. Ciri-ciri tanah subur antara lain : tekstur dan struktur tanahnya baik, yaitu butir-butir tanahnya tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, banyak mengandung air untuk melarutkan garam-garaman.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tekstur tanah antara lain komposisi mineral dan batuan/bahan induk, sifat dan cepatnya proses pembentukan tanah local, serta umur relatif tanah. Hubungan antara tekstur dan kesuburan tanah tidak selalu ada meskipun tekstur tanah dapat menentukan atau berpengaruh dalam beberapa hal berikut :
a. Pengerjaan tanah, misalnya tanah berpasir di daerah iklim basah biasanya cepat terurai. Selain itu, tanah tersebut berkapasitas rendah dalam menahan air, sehingga mudah mengering. Dengan menambah bahan-bahan organis, maka kesuburan tanah tersebut dapat ditingkatkan.
b. Pengerjaan tanah berpasir di daerah beriklim kering (arid). Tanah di sini meskipun kadar bahan makanannya cukup tinggi, tetapi nilai kesuburannya rendah karena minimnya presipitasi, pencucian, dan rendahnya kapasitas menahan air.
c. Pengerjaan tanah lempung. Dipandang dari sudut mudah tidaknya dikerjakan dan komposisi kimiawinya, tanah lempung mempunyai sifat yang bermacam-macam, diantaranya bersifat plastis dan sukar untuk diolah bila basah, serta keras jika kering. Namun, di daerah iklim tropis basah tanah lempung memiliki permeabilitas walaupun rendah.
2. Menjaga Kesuburan Tanah dan Usaha Mengurangi Erosi Tanah
Kesuburan tanah dapat dijaga dengan usaha-usaha sebagai berikut :
a. Pemupukan, diusahakan dengan pupuk hijau, pupuk kandang, pupuk buatan
dan pupuk kompos.
b. Sistem irigasi yang baik, misalnya membuat bendungan-bendungan
c. Pada lereng-lereng gunung dibuat hutan-hutan cadangan
d. Menanami lereng-lereng yang telah gundul
e. Menyelenggarakan pertanian di daerah miring secara benar
Kemiringan lereng adalah kemiringan suatu lahan terhadap bidang horizontal. Semakin besar sudut kemiringan lahan tentu akan semakin besar kemungkinan erosi dan longsor.
Untuk menjaga kestabilan lahan pertanian daerah miring dan untuk mengurangi tingkat erosi tanah, maka diperlukan beberapa langkah berikut :
a. Terasering, yaitu menanam tanaman dengan sistem berteras-teras untuk mencegah erosi tanah.
b. Contour farming, yaitu menanami lahan menurut garis kontur, sehingga perakaran dapat menanam tanah.
c. Pembuatan tanggul pasangan (guludan) untuk menahan hasil erosi.
d. Contour plowing, yaitu membajak secara garis kontur sehingga terjadilah alur-alur horizontal.
e. Contour strip cropping, yaitu bercocok tanam dengan cara membagi bidang-bidang tanah itu dalam bentuk sempit dan memandang dengan mengikuti garis kontur sehingga bentuknya berbelok-belok.
f. Crop rotatica, yaitu usaha pergantian jenis tanaman supaya tanah tidak kehabisan salah satu unsur hara akibat diisap terus oleh salah satu jenis tanaman.
g. Reboisasi, menanami kembali hutan-hutan yang gundul.
Tingkat erosi suatu lahan akan sangat berpengaruh terhadap kesuburan tanah untuk pertanian. Semakin tinggi/besar tingkat erosi tanah permukaannya berarti semakin tidak subur dan tidak cocok untuk tanaman pertanian pangan.
Lahan potensial yang ada di permukaan bumi dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk non pertanian antara lain dalam bentuk :
a. Pemanfaatan untuk lokasi industri
b. Pemanfaatan untuk lokasi perdagangan
c. Pemanfaatan untuk wilayah permukiman
d. Pemanfaatan untuk fasilitas-fasilitas sosial seperti hiburan, prasarana, transportasi dan fasilitas-fasilitas sosial lainnya
3. Kelas Kemampuan Lahan
Tingkat kecocokan pola penggunaan lahan dinamakan kelas kemampuan lahan. Lahan kelas I sampai IV merupakan lahan yang sesuai bagi usaha pertanian, sedangkan lahan kelas V sampai VIII merupakan lahan yang tidak sesuai untuk usaha pertanian. Ketidaksesuaian karena biaya pengolahannya lebih tinggi dibandingkan hasil yang bias dicapai.
My Job
Berisi Hasil Kerjaku (kuliah)
Senin, 08 November 2010
Sabtu, 06 November 2010
Faktor Lingkungan dan Mekanisme Transpirasi
A. Kehilangan Air pada Tanaman
Secara alamiah tumbuhan mengalami kehilangan air melalui penguapan. Proses kehilangan air pada tumbuhan ini disebut transpirasi. Pada transpirasi, hal yang penting adalah difusi uap air dari udara yang lembab di dalam daun ke udara kering di luar daun. Kehilangan air dari daun umumnya melibatkan kekuatan untuk menarik air ke dalam daun dari berkas pembuluh yaitu pergerakan air dari sistem pembuluh dari akar ke pucuk, dan bahkan dari tanah ke akar.
Ada banyak langkah di mana perpindahan air dan banyak faktor yang mempengaruhi pergerakannya. Besarnya uap air yang ditranspirasikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
(1) Faktor dari dalam tumbuhan (jumlah daun, luas daun, dan jumlah stomata);
(2) Faktor luar (suhu, cahaya, kelembaban, dan angin).
Ruang interseluler udara dalam daun mendekati keseimbangan dengan larutan dalam fibrill sel pada dinding sel. Hal ini berarti sel-sel hampir jenuh dengan uap air, padahal banyaknya udara di luar daun hampir kering. Difusi dapat terjadi jika ada jalur yang memungkinkan adanya ketahanan yang rendah. Kebanyakan daun tertutup oleh epidermis yang berkutikula yang memiliki resistansi (ketahanan) tinggi untuk terjadinya difusi air. Namun stomata memiliki resistansi rendah ketika membuka dan uap air berdifusi ke luar melalui stomata.
Jumlah difusi keluarnya uap air dari stomata tergantung pada tingkat kecuraman gradien konsentrasi uap air. Lapisan pembatas yang tebal memiliki gradien yang lebih rendah, dan lapisan pembatas yang tipis memiliki gradien yang lebih curam. Oleh karena itu, transpirasi melalui lapis pembatas yang tebal lebih lambat dari pada yang tipis. Angin membawa udara dekat ke daun dan membuta pembatas lebih tipis. Hal ini menunjukkan mengapa laju transpirasi pada tumbuhan lebih tinggi pada udara yang banyak hembusan angin.
Struktur anatomi daun memungkinkan penurunan jumlah difusi dengan menstabilkan lapis pembatas tebal relatif. Misalnya rapatnya jumlah trikoma pada permukaan daun cenderung meyebabkan lapisan pembatas udara yang reltif tidak bergerak. Stomata yang tersembunyi menekan permukaan daun sehingga stomata membuka. Udara memiliki efek penting dalam penjenuhan jumlah udara. Udara hangat membaewa lebih banyak air dari pada udara dingin. Oleh karena itu, pada saat panan volume udara akan memberikan sedikit uapa air dengan kelembaban relatif yang lebih rendah daripada saat dingin. Untuk alasan ini, tumbuhan cenderung kehilangan air lebih cepat pada udara hangat dari pada udara dingin. Hilangnya uap air dari ruang interseluler daun menurunkan kelembaban relatif pada ruang tersebut. Air yang menguap dari daun (stomata) ini menimbulkan kekuatan kapiler yang menarik air dari daerah yang berdekatan dalam daun.
Beberapa penggantian air berasal dari dalam sel daun melalui membran plasma. Ketika air meninggalkan daun, molekul air menjadi lebih kecil. Hal ini akan mengurangi tekanan turgor. Jika banyak air yang dipindahkan, tekanan turgor akan menjadi nol. Oleh karena itu, sel menjadi lunak dan kehilangan kemampuan untuk mendukung daun. Hal ini dapat terlihat ketika tanaman layu. Untuk mengetahui tingkat efisiensi tumbuhan dalam memanfaatkan air, sering dilakukan pengukuran terhadap laju transpirasi. Tumbuhan yang efisien akan menguapakan air dalam jumlah yang lebih sedikit untuk membentuk struktur tubuhnya (bahan keringnya) dibandingkan dengan tumbuhan yang kurang efisien dalam memanfaatkan air (anonim1, 2009).
B. Faktor-Faktor Lingkungan
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi transpirasi adalah (Dwijoseputro, 1986) :
1. Kelembaban
Gerakan uap air dari udara ke dalam daun akan menurunkan laju neto dari air yang hilang, dengan demikian seandainya faktor lain itu sama, transpirasi akan menurun dengan meningkatnya kelembaban udara.
Apabila stomata dalam keadaan terbuka maka kecepatan difusi dari uap air keluar tergantung pada besarnya perbedaan tekanan uap air yang ada di dalam rongga-rongga antar sel dengan tekanan uap air di atmosfer. Jika tekanan uap air di udara rendah, maka kecepatan difusi dari uap air di daun keluar akan bertambah besar begitu pula sebaliknya. Pada kelembaban udara relatif 50% perbedaan tekanan uap air didaun dan atmosfer 2 kali lebih besar dari kelembaban relatif 70% (Jayamiharja, 1977).
2. Suhu
Kenaikan suhu dari 180 sampai 200F cenderung untuk meningkatkan penguapan air sebesar dua kali. Suhu daun di dalam naungan kurang lebih sama dengan suhu udara, tetapi daun yang terkena sinar matahari mempunyai suhu 100 – 200F lebih tinggi dari pada suhu udara.
3. Cahaya
Cahaya mempengaruhi laju transpirasi melalui dua cara yaitu:
a. Sehelai daun yang terkena sinar matahari langsung akan mengabsorbsi energi radiasi.
b. Cahaya tidak usah selalu berbentuk cahaya langsung dapat pula mempengaruhi transpirasi melalui pengaruhnya terhadap buka-tutupnya stomata, dengan mekanisme tertentu.
4. Angin
Angin cenderung untuik meningkatkan laju transpirasi, baik didalam naungan atau cahaya, melalui penyapuan uap air. Akan tetapi di bawah sinar matahari, pengaruh angin terhadap penurunan suhu daun, dengan demikian terhadap penurunan laju transpirasi, cenderung menjadi lebih penting daripada pengaruhnya terhadap penyingkiran uap air.
5. Kandungan air tanah
Jika kandungan air tanah menurun, sebagai akibat penyerapan oleh akar, gerakan air melalui tanah ke dalam akar menjadi lebih lambat. Hal ini cenderung untuk meningkatkan defisit air pada daun dan menurunkan laju transpirasi lebih lanjut (Anonim3, 2007).
Adapun faktor-faktor dari dalam yang dapat mempengaruhi preses transpirasi antara lain :
• Besar kecilnya daun
• Tebal tipisnya daun
• Berlapiskan lilin atau tidaknya permukaan daun
• Banyak sedikitnya bulu di permukaan daun
• Banyak sedikitnya stomata
Pada tanaman darat umumnya stomata itu kedapatan pada permukaan daun bagian bawah. Pada beberapa tanaman permukaan atas dari daun pun mempunyai stomata juga. Temperatur berpengaruh pada membuka dan menutupnya stomata. Pada banyak tanaman stoma tidak berserdia membuka jika temperatur ada disekitar 00 C.
• Membuka dan menutupnya stomata
Mekanisme mebuka dan menutupnya stomata berdasarkan suatu perubahan turgor itu adalah akibat dari perubahan nilai osmosis dari isi sel-sel penutup.
• Bentuk dan lokasi stomata
Lubang stomata yang tidak bundar melainkan oval itu ada sangkut paut dengan intensitas pengeluaran air. Juga yang letaknya satu sama lain di perantaian oleh suatu juga jarak yang tertentu itu pun mempengaruhi intensitas penguapan. Jika lubang-lubang itu terlalu berdekatan maka penguapan dari lubang yang satu malah menghambat penguapan dari lubang yang berdekatan.
C. Mekanisme Transpirasi
Air diserap ke dalam akar secara osmosis melalui rambut akar, sebagian besar bergerak menurut gradien potensial air melalui xilem. Air dalam pembuluh xilem mengalami tekanan besar karena molekul air polar menyatu dalam kolom berlanjut akibat dari penguapan yang berlangsung di bagian atas. Sebagian besar ion bergerak melalui simplas dari epidermis akar ke xilem, dan kemudian ke atas melalui arus transportasi.
Laju transpirasi dipengaruhi oleh ukuran tumbuhan, kadar CO2, cahaya, suhu, aliran udara, kelembaban, dan tersedianya air tanah. Faktor-faktor ini mempengaruhi perilaku stoma yang membuka dan menutupnya dikontrol oleh perubahan tekanan turgor sel penjaga yang berkorelasi dengan kadar ion kalium (K+) di dalamnya. Selama stoma terbuka, terjadi pertukaran gas antara daun dengan atmosfer dan air akan hilang ke dalam atmosfer. Untuk mengukur laju transpirasi tersebut dapat digunakan potometer.
Transpirasi pada tumbuhan yang sehat sekalipun tidak dapat dihindarkan dan jika berlebihan akan sangat merugikan karena tumbuhan akan menjadi layu bahkan mati. Sebagian besar transpirasi berlangsung melalui stomata sedang melalui kutikula daun dalam jumlah yang lebih sedikit. Transpirasi terjadi pada saat tumbuhan membuka stomatanya untuk mengambil karbon dioksida dari udara untuk berfotosintesis. Lebih dari 20 % air yang diambil oleh akar dikeluarkan ke udara sebagai uap air. Sebagian besar uap air yang ditranspirasi oleh tumbuhan tingkat tinggi berasal dari daun selain dari batang, bunga dan buah. Transpirasi menimbulkan arus transpirasi yaitu translokasi air dan ion organik terlarut dari akar ke daun melalui xilem.
Secara alamiah tumbuhan mengalami kehilangan air melalui penguapan. Proses kehilangan air pada tumbuhan ini disebut transpirasi. Pada transpirasi, hal yang penting adalah difusi uap air dari udara yang lembab di dalam daun ke udara kering di luar daun. Kehilangan air dari daun umumnya melibatkan kekuatan untuk menarik air ke dalam daun dari berkas pembuluh yaitu pergerakan air dari sistem pembuluh dari akar ke pucuk, dan bahkan dari tanah ke akar.
Ada banyak langkah di mana perpindahan air dan banyak faktor yang mempengaruhi pergerakannya. Besarnya uap air yang ditranspirasikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
(1) Faktor dari dalam tumbuhan (jumlah daun, luas daun, dan jumlah stomata);
(2) Faktor luar (suhu, cahaya, kelembaban, dan angin).
Ruang interseluler udara dalam daun mendekati keseimbangan dengan larutan dalam fibrill sel pada dinding sel. Hal ini berarti sel-sel hampir jenuh dengan uap air, padahal banyaknya udara di luar daun hampir kering. Difusi dapat terjadi jika ada jalur yang memungkinkan adanya ketahanan yang rendah. Kebanyakan daun tertutup oleh epidermis yang berkutikula yang memiliki resistansi (ketahanan) tinggi untuk terjadinya difusi air. Namun stomata memiliki resistansi rendah ketika membuka dan uap air berdifusi ke luar melalui stomata.
Jumlah difusi keluarnya uap air dari stomata tergantung pada tingkat kecuraman gradien konsentrasi uap air. Lapisan pembatas yang tebal memiliki gradien yang lebih rendah, dan lapisan pembatas yang tipis memiliki gradien yang lebih curam. Oleh karena itu, transpirasi melalui lapis pembatas yang tebal lebih lambat dari pada yang tipis. Angin membawa udara dekat ke daun dan membuta pembatas lebih tipis. Hal ini menunjukkan mengapa laju transpirasi pada tumbuhan lebih tinggi pada udara yang banyak hembusan angin.
Struktur anatomi daun memungkinkan penurunan jumlah difusi dengan menstabilkan lapis pembatas tebal relatif. Misalnya rapatnya jumlah trikoma pada permukaan daun cenderung meyebabkan lapisan pembatas udara yang reltif tidak bergerak. Stomata yang tersembunyi menekan permukaan daun sehingga stomata membuka. Udara memiliki efek penting dalam penjenuhan jumlah udara. Udara hangat membaewa lebih banyak air dari pada udara dingin. Oleh karena itu, pada saat panan volume udara akan memberikan sedikit uapa air dengan kelembaban relatif yang lebih rendah daripada saat dingin. Untuk alasan ini, tumbuhan cenderung kehilangan air lebih cepat pada udara hangat dari pada udara dingin. Hilangnya uap air dari ruang interseluler daun menurunkan kelembaban relatif pada ruang tersebut. Air yang menguap dari daun (stomata) ini menimbulkan kekuatan kapiler yang menarik air dari daerah yang berdekatan dalam daun.
Beberapa penggantian air berasal dari dalam sel daun melalui membran plasma. Ketika air meninggalkan daun, molekul air menjadi lebih kecil. Hal ini akan mengurangi tekanan turgor. Jika banyak air yang dipindahkan, tekanan turgor akan menjadi nol. Oleh karena itu, sel menjadi lunak dan kehilangan kemampuan untuk mendukung daun. Hal ini dapat terlihat ketika tanaman layu. Untuk mengetahui tingkat efisiensi tumbuhan dalam memanfaatkan air, sering dilakukan pengukuran terhadap laju transpirasi. Tumbuhan yang efisien akan menguapakan air dalam jumlah yang lebih sedikit untuk membentuk struktur tubuhnya (bahan keringnya) dibandingkan dengan tumbuhan yang kurang efisien dalam memanfaatkan air (anonim1, 2009).
B. Faktor-Faktor Lingkungan
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi transpirasi adalah (Dwijoseputro, 1986) :
1. Kelembaban
Gerakan uap air dari udara ke dalam daun akan menurunkan laju neto dari air yang hilang, dengan demikian seandainya faktor lain itu sama, transpirasi akan menurun dengan meningkatnya kelembaban udara.
Apabila stomata dalam keadaan terbuka maka kecepatan difusi dari uap air keluar tergantung pada besarnya perbedaan tekanan uap air yang ada di dalam rongga-rongga antar sel dengan tekanan uap air di atmosfer. Jika tekanan uap air di udara rendah, maka kecepatan difusi dari uap air di daun keluar akan bertambah besar begitu pula sebaliknya. Pada kelembaban udara relatif 50% perbedaan tekanan uap air didaun dan atmosfer 2 kali lebih besar dari kelembaban relatif 70% (Jayamiharja, 1977).
2. Suhu
Kenaikan suhu dari 180 sampai 200F cenderung untuk meningkatkan penguapan air sebesar dua kali. Suhu daun di dalam naungan kurang lebih sama dengan suhu udara, tetapi daun yang terkena sinar matahari mempunyai suhu 100 – 200F lebih tinggi dari pada suhu udara.
3. Cahaya
Cahaya mempengaruhi laju transpirasi melalui dua cara yaitu:
a. Sehelai daun yang terkena sinar matahari langsung akan mengabsorbsi energi radiasi.
b. Cahaya tidak usah selalu berbentuk cahaya langsung dapat pula mempengaruhi transpirasi melalui pengaruhnya terhadap buka-tutupnya stomata, dengan mekanisme tertentu.
4. Angin
Angin cenderung untuik meningkatkan laju transpirasi, baik didalam naungan atau cahaya, melalui penyapuan uap air. Akan tetapi di bawah sinar matahari, pengaruh angin terhadap penurunan suhu daun, dengan demikian terhadap penurunan laju transpirasi, cenderung menjadi lebih penting daripada pengaruhnya terhadap penyingkiran uap air.
5. Kandungan air tanah
Jika kandungan air tanah menurun, sebagai akibat penyerapan oleh akar, gerakan air melalui tanah ke dalam akar menjadi lebih lambat. Hal ini cenderung untuk meningkatkan defisit air pada daun dan menurunkan laju transpirasi lebih lanjut (Anonim3, 2007).
Adapun faktor-faktor dari dalam yang dapat mempengaruhi preses transpirasi antara lain :
• Besar kecilnya daun
• Tebal tipisnya daun
• Berlapiskan lilin atau tidaknya permukaan daun
• Banyak sedikitnya bulu di permukaan daun
• Banyak sedikitnya stomata
Pada tanaman darat umumnya stomata itu kedapatan pada permukaan daun bagian bawah. Pada beberapa tanaman permukaan atas dari daun pun mempunyai stomata juga. Temperatur berpengaruh pada membuka dan menutupnya stomata. Pada banyak tanaman stoma tidak berserdia membuka jika temperatur ada disekitar 00 C.
• Membuka dan menutupnya stomata
Mekanisme mebuka dan menutupnya stomata berdasarkan suatu perubahan turgor itu adalah akibat dari perubahan nilai osmosis dari isi sel-sel penutup.
• Bentuk dan lokasi stomata
Lubang stomata yang tidak bundar melainkan oval itu ada sangkut paut dengan intensitas pengeluaran air. Juga yang letaknya satu sama lain di perantaian oleh suatu juga jarak yang tertentu itu pun mempengaruhi intensitas penguapan. Jika lubang-lubang itu terlalu berdekatan maka penguapan dari lubang yang satu malah menghambat penguapan dari lubang yang berdekatan.
C. Mekanisme Transpirasi
Air diserap ke dalam akar secara osmosis melalui rambut akar, sebagian besar bergerak menurut gradien potensial air melalui xilem. Air dalam pembuluh xilem mengalami tekanan besar karena molekul air polar menyatu dalam kolom berlanjut akibat dari penguapan yang berlangsung di bagian atas. Sebagian besar ion bergerak melalui simplas dari epidermis akar ke xilem, dan kemudian ke atas melalui arus transportasi.
Laju transpirasi dipengaruhi oleh ukuran tumbuhan, kadar CO2, cahaya, suhu, aliran udara, kelembaban, dan tersedianya air tanah. Faktor-faktor ini mempengaruhi perilaku stoma yang membuka dan menutupnya dikontrol oleh perubahan tekanan turgor sel penjaga yang berkorelasi dengan kadar ion kalium (K+) di dalamnya. Selama stoma terbuka, terjadi pertukaran gas antara daun dengan atmosfer dan air akan hilang ke dalam atmosfer. Untuk mengukur laju transpirasi tersebut dapat digunakan potometer.
Transpirasi pada tumbuhan yang sehat sekalipun tidak dapat dihindarkan dan jika berlebihan akan sangat merugikan karena tumbuhan akan menjadi layu bahkan mati. Sebagian besar transpirasi berlangsung melalui stomata sedang melalui kutikula daun dalam jumlah yang lebih sedikit. Transpirasi terjadi pada saat tumbuhan membuka stomatanya untuk mengambil karbon dioksida dari udara untuk berfotosintesis. Lebih dari 20 % air yang diambil oleh akar dikeluarkan ke udara sebagai uap air. Sebagian besar uap air yang ditranspirasi oleh tumbuhan tingkat tinggi berasal dari daun selain dari batang, bunga dan buah. Transpirasi menimbulkan arus transpirasi yaitu translokasi air dan ion organik terlarut dari akar ke daun melalui xilem.
Rabu, 03 November 2010
EFEKTIVITAS VEGETATIF DALAM KONSERVASI TANAH DAN AIR
Tanah dengan penutup tanah yang baik berupa vegetasi, mulsa residu tanaman akan memperkecil erosi dan run off. Harsono (1995), lahan tertutup dengan hutan, padang rumput dapat mengurangi erosi hingga kurang dari 1% dibandingkan dengan tanah terbuka. Permukaan tanah dengan penutupan yang baik dapat berdampak terhadap :
o Menyediakan cadangan air tanah
o Memperbaiki/menstabilkan struktur tanah,
o Meningkatkan kandungan hara tanah, sehingga lebih produktif
o Mempertahankan kondisi tanah dan air.
o Memperbaiki ekonomi petani.
Tujuan Usaha Konservasi
Adapun tujuan dilakukannya usaha konservasi adalah sebagai berikut :
- Mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan aliran permukaan.
- Memperbaiki tanah yang rusak/kritis.
- Mengamankan dan memelihara produktivitas tanah agar tercapainya produksi setinggi-tingginya dalam waktu yang tidak terbatas.
- Meningkatkan produktivitas lahan usahatani.
Peranan Vegetatif dalam Konservasi Tanah dan Air
Vegetatif dapat berfungsi dalam konservasi tanah dan air karena ia memiliki beberapa manfaat yang mendukung terciptanya pertanian berkelanjutan. Menurut Hamilton (1997), bahwa vegetatif memiliki beberapa manfaat yang merupakan ciri pertanian berkelanjutan seperti konservasi, reklamasi dan memiliki
nilai ekonomi yang tinggi.
1. Aspek Konservasi
Aspek konservasi berupa konservasi tanah dan air melalui peningkatan infiltarasi, sehingga cadangan air tanah tersedia dan dapat mencegah terjadinya erosi baik oleh air karena aliran permukaan, maupun akibat angin dan salinasi. Menurut Mawardi (1991) bahwa secara umum infiltarasi dipengaruhi oleh:
(1) intensitas hujan atau irigasi,
(2) kandungan lengas tanah, dan
(3) faktor tanah.
Faktor tanah merupakan sifat internal tanah dan sifat lain yang dipengaruhi oleh cara pengelolaan tanah. Pengelolaan tanah dapat mempengaruhi struktur tanah, keadaan dan bentuk permukaan tanah serta keadaan tanaman. Penutupan tanah dengan vegetasi dapat meningkatkan infiltrasi karena perakaran tanaman akan memperbesar granulasi dan porositas tanah. Di samping itu juga mempengaruhi aktifitas mikroorganisme yang berakibat pada meningkatkan porositas tanah (Harsono, 1995). Selanjutnya air masuk melalui infiltrasi tetap tersimpan karena tertahan oleh tanaman penutup di bawahnya atau sisa-sisa tanaman berupa daun yang sifatnya memiliki penutupan yang rapat sehingga menekan evaporasi.
Demikian halnya dengan aspek konservasi tanah, vegetasi memiliki peranan penting karena dapat mengurangi peranan hujan dalam proses terjadinya erosi. Menurut Harsono (1995), bahwa proses terjadinya erosi oleh hujan sebagai berikut :
(1). Pelepasan butiran tanah oleh hujan.
(2). Transportasi oleh hujan
(3). Pelepasan (penggerusan/scouring) oleh run off.
(4). Transportasi oleh run off.
Menurut Sukirno (1995), bahwa usaha konservasi tanah pada hakekatnya adalah pengendalian energi dari akibat tetesan hujan maupun limpasan permukaan dalam proses terjadinya erosi. Prinsip pengendalian energi ini dengan usaha :
1. Melindungi tanah dari prediksi pukulan air hujan (erosi percik), dengan tanaman penutup tanah.
2. Mengurangi kecepatan energi kinetik tetesan air hujan, dengan tanaman pelindung, atau pelindung lainnya.
3. Mengurangi energi kinetik limpasan permukaan.
2. Aspek Reklamasi.
Aspek reklamasi berupa perbaikan unsur hara dari proses dekomposisi dedaunan/serasah, sehingga dapat meningkatkan unsur N, K. Kerusakan lahan banyak diakibatkan oleh erosi berupa hilangnya tanah dengan kandungan bahan organik dan Nitrogen yang sangat merugikan terutama terhadap tanaman biji-bijian bukan leguminosa. Penurunan Nitrogen tanah dapat diperbaiki dengan menggunaan pupuk Nitrogen, tetapi membutuhkan biaya yang besar. Namun dengan adanya sisa-sisa tanaman yang telah mengalami perombakan secara ekstensif dan tanah sampai perubahan lebih lanjut yang dikenal dengan humus dapat memperbaiki kandungan Nitrogen, Kalium, Karbon, Pospor, Sulfur, Calsium, dan Magnesium.
Humus mengabsorbsi sejumlah besar air dan menunjukkan ciri-cirinya untuk mengembang dan menyusut. Humus merupakan faktor penting dalam pembentukan struktur tanah. Humus mempunyai ciri-ciri fisik lain dan sifat fisikokimia yang menjadikan humus merupakan unsur pokok tanah yang bernilai tinggi.
o Menyediakan cadangan air tanah
o Memperbaiki/menstabilkan struktur tanah,
o Meningkatkan kandungan hara tanah, sehingga lebih produktif
o Mempertahankan kondisi tanah dan air.
o Memperbaiki ekonomi petani.
Tujuan Usaha Konservasi
Adapun tujuan dilakukannya usaha konservasi adalah sebagai berikut :
- Mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan aliran permukaan.
- Memperbaiki tanah yang rusak/kritis.
- Mengamankan dan memelihara produktivitas tanah agar tercapainya produksi setinggi-tingginya dalam waktu yang tidak terbatas.
- Meningkatkan produktivitas lahan usahatani.
Peranan Vegetatif dalam Konservasi Tanah dan Air
Vegetatif dapat berfungsi dalam konservasi tanah dan air karena ia memiliki beberapa manfaat yang mendukung terciptanya pertanian berkelanjutan. Menurut Hamilton (1997), bahwa vegetatif memiliki beberapa manfaat yang merupakan ciri pertanian berkelanjutan seperti konservasi, reklamasi dan memiliki
nilai ekonomi yang tinggi.
1. Aspek Konservasi
Aspek konservasi berupa konservasi tanah dan air melalui peningkatan infiltarasi, sehingga cadangan air tanah tersedia dan dapat mencegah terjadinya erosi baik oleh air karena aliran permukaan, maupun akibat angin dan salinasi. Menurut Mawardi (1991) bahwa secara umum infiltarasi dipengaruhi oleh:
(1) intensitas hujan atau irigasi,
(2) kandungan lengas tanah, dan
(3) faktor tanah.
Faktor tanah merupakan sifat internal tanah dan sifat lain yang dipengaruhi oleh cara pengelolaan tanah. Pengelolaan tanah dapat mempengaruhi struktur tanah, keadaan dan bentuk permukaan tanah serta keadaan tanaman. Penutupan tanah dengan vegetasi dapat meningkatkan infiltrasi karena perakaran tanaman akan memperbesar granulasi dan porositas tanah. Di samping itu juga mempengaruhi aktifitas mikroorganisme yang berakibat pada meningkatkan porositas tanah (Harsono, 1995). Selanjutnya air masuk melalui infiltrasi tetap tersimpan karena tertahan oleh tanaman penutup di bawahnya atau sisa-sisa tanaman berupa daun yang sifatnya memiliki penutupan yang rapat sehingga menekan evaporasi.
Demikian halnya dengan aspek konservasi tanah, vegetasi memiliki peranan penting karena dapat mengurangi peranan hujan dalam proses terjadinya erosi. Menurut Harsono (1995), bahwa proses terjadinya erosi oleh hujan sebagai berikut :
(1). Pelepasan butiran tanah oleh hujan.
(2). Transportasi oleh hujan
(3). Pelepasan (penggerusan/scouring) oleh run off.
(4). Transportasi oleh run off.
Menurut Sukirno (1995), bahwa usaha konservasi tanah pada hakekatnya adalah pengendalian energi dari akibat tetesan hujan maupun limpasan permukaan dalam proses terjadinya erosi. Prinsip pengendalian energi ini dengan usaha :
1. Melindungi tanah dari prediksi pukulan air hujan (erosi percik), dengan tanaman penutup tanah.
2. Mengurangi kecepatan energi kinetik tetesan air hujan, dengan tanaman pelindung, atau pelindung lainnya.
3. Mengurangi energi kinetik limpasan permukaan.
2. Aspek Reklamasi.
Aspek reklamasi berupa perbaikan unsur hara dari proses dekomposisi dedaunan/serasah, sehingga dapat meningkatkan unsur N, K. Kerusakan lahan banyak diakibatkan oleh erosi berupa hilangnya tanah dengan kandungan bahan organik dan Nitrogen yang sangat merugikan terutama terhadap tanaman biji-bijian bukan leguminosa. Penurunan Nitrogen tanah dapat diperbaiki dengan menggunaan pupuk Nitrogen, tetapi membutuhkan biaya yang besar. Namun dengan adanya sisa-sisa tanaman yang telah mengalami perombakan secara ekstensif dan tanah sampai perubahan lebih lanjut yang dikenal dengan humus dapat memperbaiki kandungan Nitrogen, Kalium, Karbon, Pospor, Sulfur, Calsium, dan Magnesium.
Humus mengabsorbsi sejumlah besar air dan menunjukkan ciri-cirinya untuk mengembang dan menyusut. Humus merupakan faktor penting dalam pembentukan struktur tanah. Humus mempunyai ciri-ciri fisik lain dan sifat fisikokimia yang menjadikan humus merupakan unsur pokok tanah yang bernilai tinggi.
Hidroponik
Hidroponik merupakan metode bercocok tanam tanpa tanah. Bukan hanya dengan air sebagai media pertumbuhannya, seperti makna leksikal dari kata hidro yang berarti air, tapi juga dapat menggunakan media-media tanam selain tanah seperti kerikil, pasir, sabut kelapa, zat silikat, pecahan batu karang atau batu bata, potongan kayu, dan busa.
Bertanam dengan sistem hidroponik, dalam dunia pertanian bukan merupakan hal yang baru. Namun demikian hingga kini masih banyak masyarakat yang belum tahu dengan jelas bagaimana cara melakukan dan apa keuntungannya Dalam kajian bahasa, hidroponik berasal dari kata hydro yang berarti air dan ponos yang berarti kerja. Jadi, hidroponik memiliki pengertian secara bebas teknik bercocok tanam dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman, atau dalam pengertian sehari-hari bercocok tanam tanpa tanah. Dari pengertian ini terlihat bahwa munculnya teknik bertanam secara hidroponik diawali oleh semakin tingginya perhatian manusia akan pentingnya kebutuhan pupuk bagi tanaman.
Faktor-faktor penting dalam budidaya Hidroponik adalah sebagai berikut:
1. Unsur Hara.
Pemberian larutan hara yang teratur sangatlah penting pada hidroponik, karena media hanya berfungsi sebagai penopang tanaman dan sarana meneruskan larutan atau air yang berlebihan.Hara tersedia bagi tanaman pada pH 5.5 – 7.5 tetapi yang terbaik adalah 6.5, karena pada kondisi ini unsur hara dalam keadaan tersedia bagi tanaman. Unsur hara makro dibutuhkan dalam jumlah besar dan konsentrasinya dalam larutan relatif tinggi. Termasuk unsur hara makro adalah N, P, K, Ca, Mg, dan S. Unsur hara mikro hanya diperlukan dalam konsentrasi yang rendah, yang meliputi unsur Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, dan Cl.
Kebutuhan tanaman akan unsur hara berbeda-beda menurut tingkat pertumbuhannya dan jenis tanaman (Jones, 1991). Larutan hara dibuat dengan cara melarutkan garam-garam pupuk dalam air. Berbagai garam jenis pupuk dapat digunakan untuk larutan hara, pemilihannya biasanya atas harga dan kelarutan garam pupuk tersebut.
2. Media Tanam Hidroponik.
Jenis media tanam yang digunakan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Media yang baik membuat unsur hara tetap tersedia, kelembaban terjamin dan drainase baik. Media yang digunakan harus dapat menyediakan air, zat hara dan oksigen serta tidak mengandung zat yang beracun bagi tanaman. Bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai media tanam dalam hidroponik antara lain pasir, kerikil, pecahan batu bata, arang sekam, spons, dan sebagainya. Bahan yang digunakan sebagai media tumbuh akan mempengaruhi sifat lingkungan media.
Tingkat suhu, aerasi dan kelembaban media akan berlainan antara media yang satu dengan media yang lain, sesuai dengan bahan yang digunakan sebagai media. Arang sekam (kuntan) adalah sekam bakar yang berwarna hitam yang dihasilkan dari pembakaran yang tidak sempurna, dan telah banyak digunakan sabagai media tanam secara komersial pada sistem hidroponik.
Komposisi arang sekam paling banyak ditempati oleh SiO2 yaitu 52% dan C sebanyak 31%. Komponen lainnya adalah Fe2O3, K2O, MgO, CaO, MnO, dan Cu dalam jumlah relatif kecil serta bahan organik. Karakteristik lain adalah sangat ringan, kasar sehingga sirkulasi udara tinggi karena banyak pori, kapasitas menahan air yang tinggi, warnanya yang hitam dapat mengabsorbsi sinar matahari secara efektif, pH tinggi (8.5 – 9.0), serta dapat menghilangkan pengaruh penyakit khususnya bakteri dan gulma.
3. Oksigen.
Keberadaan Oksigen dalam sistem hidroponik sangat penting. Rendahnya oksigen menyebabkan permeabilitas membran sel menurun, sehingga dinding sel makin sukar untuk ditembus, Akibatnya tanaman akan kekurangan air. Hal ini dapat menjelaskan mengapa tanaman akan layu pada kondisi tanah yang tergenang. Tingkat oksigen di dalam pori-pori media mempengaruhi perkembangan rambut akar.
Pemberian oksigen ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti: memberikan gelembung-gelembung udara pada larutan (kultur air), penggantian larutan hara yang berulang-ulang, mencuci atau mengabuti akar yang terekspose dalam larutan hara dan memberikan lubang ventilasi pada tempat penanaman untuk kultur agregat.
4. Air.
Kualitas air yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman secara hidroponik mempunyai tingkat salinitas yang tidak melebihi 2500 ppm, atau mempunyai nilai EC tidak lebih dari 6,0 mmhos/cm serta tidak mengandung logam-logam berat dalam jumlah besar karena dapat meracuni tanaman.
Beberapa kelebihan bertanam secara hidroponik adalah produksi tanaman persatuan luas lebih banyak, tanaman tumbuh lebih cepat, pemakaian pupuk lebih hemat, pemakaian air lebih efisien, tenaga kerja yng diperlukan lebih sedikit, lingkungan kerja lebih bersih, kontrol air, hara dan pH lebih teliti, masalah hama dan penyakit tanaman dapat dikurangi serta dapat menanam tanaman di lokasi yang tidak mungkin/sulit ditanami seperti di lingkungan tanah yang miskin hara dan berbatu atau di garasi (dalam ruangan lain) dengan tambahan lampu.
Sedangkan kelemahannya adalah ketersediaan dan pemeliharaan perangkat hidroponik agak sulit, memerlukan keterampilan khusus untuk menimbang dan meramu bahan kimia serta investasi awal yang mahal.
Teknik Budidaya
A. Media.
Media hidroponik yang baik memiliki pH yang netral atau antara 5.5 -6.5. Selain itu media harus porous dan dapat mempertahankan kelembaban. Media yang digunakan dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan tahap pertumbuhan tanaman :
1. Media untuk persemaian atau pembibitan. Untuk persemaian dapat digunkan media berupa pasir halus, arang sekam atau rockwool. Pasir halus sering digunakan karena mudah diperoleh dan harganya murah, namun kurang dapat menahan air dan tidak terdapat nutrisi di dalamnya. Media yang biasa digunakan adalah campuran arang sekam dan serbuk gergaji atau serbuk sabut kelapa.
2. Media untuk tanaman dewasa. Media untuk tanaman dewasa hampir sama dengan media semai, yaitu pasir agak kasar, arang sekam, rockwool dan lain-lain. Media yang ideal adalah arang sekam. Keuntungannya adalah kebersihan dan sterilitas media lebih terjamin bebas dari kotoran maupun organisme yang dapat mengganggu seperti cacing, kutu dan sebagainya yang dapt hidup dalam pasir. Media arang sekam bersifat lebih ringan namun lebih mudah hancur, penggunaannya hanya dapat untuk dua kali pemakaian. Arang sekam dapat dibeli di toko-toko pertanian atau membuat sendiri.
B. Benih.
Pemilihan benih sangat penting karena produktivitas tanaman teranganutng dari keunggulan benih yang dipilih. Periksa label kemasan benih, yaitu tanggal kadaluarsa, persentase tumbuh dan kemurnian benih. Pemilihan komoditas yang akan ditanam diperhitungkan masak-masak mengenai harga dan pemasarannya. Contoh sayuran eksklusif yang mempunyai nilai jual di atas rat-rata adalah tomat Recento, ketimun Jepang, Melon, parika, selada, kailan, melon dan lain-lain.
C. Peralatan Budidaya Hidroponik
1. Wadah semai, bisa menggunakan pot plastik, polybag kecil, bak plastik,
nampan semai, atau kotak kayu (Wadah tanaman dewasa, umumnya digunakan polybag berukuran 30-40 cm dengan lobang secukupnya untuk mengalirkan kelebihan air saat penyiraman).
2. Kertas tissu/koran basah untuk menjaga kelembaban.
3. Ayakan pasir untuk mengayak media semai.
4. Handsprayer untuk penyiraman.
5. Centong pengaduk media, pinset untuk mengambil bibit dari wadah semai.
6. Polybag ukuran 5 kg untuk penanaman transplant, benang rami (seperti yang sering digunakan tukang bangunan) untuk mengikat tanaman, dan ember penyiram.
D. Pelaksanaan.
1. Persiapan media semai. Sebelum melakukan persemaian, campuran media semai diaduk dahulu secara merata.
2. Persemaian tanaman.
a. Persemaian benih besar. Untuk benih yang berukuran besar seperti benih melon dan ketimun, sebaiknya dilakukan perendaman di dalam air hangat kuku selama 2-3 jam dan langsung ditanamkan dalam wadah semai yang berisi media dan telah disiram dengan air. Benih diletakkan dengan pinset secara horisontal 4-5 mm dibawah permukaan media. Transplanting bibit dari wadah semai ke wadah yang lebih besar dapat dilakukan ketika tinggi bibit sekitar 12-15 cm (28-30 hari setelah semai).
b. Persemaian benih kecil. Untuk benih berukuran kecil seperti tomat, cabai, terong dan sebagainya cara persemaiannya berbeda dengan benih besar. Pertama siapkan wadah semai dengan media setebal 5-7 cm. Di tempat terpisah tuangkan benih yang dicampurkan dengan pasir kering steril secukupnya dan diaduk merata. Benih yang telah tercampur dengan pasir ditebarkan di atas permukaan media semai secara merata, kemudian ditutup dengan media semai tipis-tipis (3-5 mm). Setelah itu permukaan wadah semai ditutup dengan kertas tisu yang telah dibasahi dengan handsprayer kemudian simpan di tempat gelap dan aman.Wadah semai sebaiknya dikenakan sinar matahari tip pagi selama 1-2 jam agar perkecambahan tumbuh dengan baik dan sehat. Setelah benih mulai berkecambah, kertas tisu dibuang. Setelah bibit mencapai tinggi 2-3 cm dipindahkan ke dalam pot/polybag pembibitan.
3. Perlakuan semai. Bibit kecil yang telah berkecambah di dalam wadah semai perlu disirami dengan air biasa. Penyiraman jangan berlebih, karena dapat menyebabkan serangan penyakit busuk.
4. Pembibitan. Setalah bibit berumur 15-17 hari (bibit yang berasal dari benih kecil) perlu dipindahkan dari wadah semai ke pot/polybag pembibitan agar dapat tumbuh dengan baik. Caranya adalah dengan mencabut kecambah di wadah semai (umur 3-4 minggu setelah semai) secara hati-hati dengan tangan agar akar tidak rusak kemudian tanam pada lubang tanam yang telah dibuat pada pot/polybag pembibitan.
5. Transplanting/pindah tanam. Sebelum dilakukan pindah tanam, perlu dilakukan persiapan media tanam, yaitu dengan mengisikan media tanam ke polybag. Sebaiknya pengisian dilakukan di dekat lokasi penanaman di dalam green house agar sterilitas media tetap terjaga. Setelah wadah tanam siap dan dibuatkan lubang tanam, maka transplanting siap dilakukan. Transplanting dilakukan dengan membalikkan pot pembibitan secara perlahan-lahan dan menahan permukaannya dengan jemari tangan (bibit dijepit diantara jari telunjuk dan jari tengah). Jika pada pembibitan digunakan polybag, maka cara transplanting bisa dilakukan dengan memotong/menggunting dasar polybag secara horisontal.
6. Penyiraman. Penyiraman dilakukan secara kontinu, dengan indikator apabila media tumbuh dipegang dengan tangan terasa kering. Meida tanam hidroponik bersifat kering sehingga penyiraman tanaman jangan sampai terlambat. Jenis dan cara penyiraman adalah sebagai berikut:
a. Penyiraman manual. Penyiraman dilakukan dengan handsprayer, gembor/emprat atau gayung. Cara penyiramannya adalah sebagai berikut :
1) Pada masa persemaian. Cara penyiraman untuk benih berukuran kecil cukup dengan handsprayer 4-5 kali sehari untuk menjaga kelembaban media. Untuk benih berukuran besar digunakan gembor/emprat berlubang halus atau tree sprayer.
2) Pada masa pembibitan. Penyiraman dilakukan dengan gembor dilakukan sebanyak 5-6 kali sehari dan ditambahkan larutan encer hara.
3) Pada masa pertumbuhan dan produksi. Penyiraman dilakukan dengan memeberikan 1.5-2.5 l larutan encer hara setiap harinya.
b. Penyiraman otomatis. Penyiraman dapat dilakukan dengan Sprinkle Irrigation System dan Drip Irrigation System, yaitu sistem penyiraman semprot dan tetes . Sumber tenaga berasal dari pompa.
7. Perawatan Tanaman. Perawatan tanaman yang perlu dilakukan antara lain adalah :
a. Pemangkasan. Pemangkasan dilakukan untuk membuang cabang yang tidak dikehendaki, tunas air, atau cabang yang terkena serangan penyakit. Pemangkasan dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Misal pada tomat recento hanya dipelihara satu batang utama untuk produksi.
b. Pengikatan. Tanaman yang telah berada di wadah tanam selama 7 hari memerlukan penopang agar dapat berdiri tegak sehingga tanaman dapat tumbuh rapi dan teratur. Penopang tersebut diberikan dengan cara mengikat tanaman dengan tali (benang rami).
c. Penjarangan bunga (pada sayuran buah). Penjarangan bunga perlu dilakukan agar pertumbuhan buah sama besar. Namun hasil penelitian penjarangan bunga pada ketimun Gherkin tidak menunjukkan hasil yang berbeda dengan perlakuan tanpa penjarangan bunga.
d. Pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian dapat dilakukan baik secara manual maupun dengan pestisida.
8. Panen dan Pasca panen.
a. Pemanenan. Dalam pemanenan perlu diperhatikan cara pengambilan buah/ hasil panen agar diperoleh mutu yang baik, misalnya dengan menggunakan alat bantu pisau atau gunting panen. Cara panen yang benar dan hati-hati akan mencegah kerusakan tanaman yang dapat mengganggu produksi berikutnya. Kriteria panen masing-masing jenis sayuran berlainan satu sama lainnya dan tergantung dari pasar. Makin besar buah belum tentu makin mahal/laku, malah termasuk kriteria buah afkir sehingga waktu panen yang tepat dan pengawasan pada proses produksi perlu diperhatikan.
b. Penanganan pasca panen. Pemasaran produk hasil budidaya hidroponik sangat dipengaruhi oleh perlakuan pasca panen. Standar harga penjualan produksi tergantung dari menarik atau tidaknya produk yang dihasilkan, terutama dilihat dari penampilan produk (bentuk, warna, dan ukuran). Perlakuan pasca panen sangat penting karena kualitas produk tidak semata-mata dari hasil produksi saja, melainkan sangat tegantung dan ditentukan oleh penanganan pasca panen, kemasan, sistem penyusunan, metode pengangkutam maupun selektivitas produk. Kerusakan produk dapat dikurangai dengan penanganan pasca panen yang tepat sehingga diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah pada produk yang dijual.
Bertanam dengan sistem hidroponik, dalam dunia pertanian bukan merupakan hal yang baru. Namun demikian hingga kini masih banyak masyarakat yang belum tahu dengan jelas bagaimana cara melakukan dan apa keuntungannya Dalam kajian bahasa, hidroponik berasal dari kata hydro yang berarti air dan ponos yang berarti kerja. Jadi, hidroponik memiliki pengertian secara bebas teknik bercocok tanam dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman, atau dalam pengertian sehari-hari bercocok tanam tanpa tanah. Dari pengertian ini terlihat bahwa munculnya teknik bertanam secara hidroponik diawali oleh semakin tingginya perhatian manusia akan pentingnya kebutuhan pupuk bagi tanaman.
Faktor-faktor penting dalam budidaya Hidroponik adalah sebagai berikut:
1. Unsur Hara.
Pemberian larutan hara yang teratur sangatlah penting pada hidroponik, karena media hanya berfungsi sebagai penopang tanaman dan sarana meneruskan larutan atau air yang berlebihan.Hara tersedia bagi tanaman pada pH 5.5 – 7.5 tetapi yang terbaik adalah 6.5, karena pada kondisi ini unsur hara dalam keadaan tersedia bagi tanaman. Unsur hara makro dibutuhkan dalam jumlah besar dan konsentrasinya dalam larutan relatif tinggi. Termasuk unsur hara makro adalah N, P, K, Ca, Mg, dan S. Unsur hara mikro hanya diperlukan dalam konsentrasi yang rendah, yang meliputi unsur Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, dan Cl.
Kebutuhan tanaman akan unsur hara berbeda-beda menurut tingkat pertumbuhannya dan jenis tanaman (Jones, 1991). Larutan hara dibuat dengan cara melarutkan garam-garam pupuk dalam air. Berbagai garam jenis pupuk dapat digunakan untuk larutan hara, pemilihannya biasanya atas harga dan kelarutan garam pupuk tersebut.
2. Media Tanam Hidroponik.
Jenis media tanam yang digunakan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Media yang baik membuat unsur hara tetap tersedia, kelembaban terjamin dan drainase baik. Media yang digunakan harus dapat menyediakan air, zat hara dan oksigen serta tidak mengandung zat yang beracun bagi tanaman. Bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai media tanam dalam hidroponik antara lain pasir, kerikil, pecahan batu bata, arang sekam, spons, dan sebagainya. Bahan yang digunakan sebagai media tumbuh akan mempengaruhi sifat lingkungan media.
Tingkat suhu, aerasi dan kelembaban media akan berlainan antara media yang satu dengan media yang lain, sesuai dengan bahan yang digunakan sebagai media. Arang sekam (kuntan) adalah sekam bakar yang berwarna hitam yang dihasilkan dari pembakaran yang tidak sempurna, dan telah banyak digunakan sabagai media tanam secara komersial pada sistem hidroponik.
Komposisi arang sekam paling banyak ditempati oleh SiO2 yaitu 52% dan C sebanyak 31%. Komponen lainnya adalah Fe2O3, K2O, MgO, CaO, MnO, dan Cu dalam jumlah relatif kecil serta bahan organik. Karakteristik lain adalah sangat ringan, kasar sehingga sirkulasi udara tinggi karena banyak pori, kapasitas menahan air yang tinggi, warnanya yang hitam dapat mengabsorbsi sinar matahari secara efektif, pH tinggi (8.5 – 9.0), serta dapat menghilangkan pengaruh penyakit khususnya bakteri dan gulma.
3. Oksigen.
Keberadaan Oksigen dalam sistem hidroponik sangat penting. Rendahnya oksigen menyebabkan permeabilitas membran sel menurun, sehingga dinding sel makin sukar untuk ditembus, Akibatnya tanaman akan kekurangan air. Hal ini dapat menjelaskan mengapa tanaman akan layu pada kondisi tanah yang tergenang. Tingkat oksigen di dalam pori-pori media mempengaruhi perkembangan rambut akar.
Pemberian oksigen ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti: memberikan gelembung-gelembung udara pada larutan (kultur air), penggantian larutan hara yang berulang-ulang, mencuci atau mengabuti akar yang terekspose dalam larutan hara dan memberikan lubang ventilasi pada tempat penanaman untuk kultur agregat.
4. Air.
Kualitas air yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman secara hidroponik mempunyai tingkat salinitas yang tidak melebihi 2500 ppm, atau mempunyai nilai EC tidak lebih dari 6,0 mmhos/cm serta tidak mengandung logam-logam berat dalam jumlah besar karena dapat meracuni tanaman.
Beberapa kelebihan bertanam secara hidroponik adalah produksi tanaman persatuan luas lebih banyak, tanaman tumbuh lebih cepat, pemakaian pupuk lebih hemat, pemakaian air lebih efisien, tenaga kerja yng diperlukan lebih sedikit, lingkungan kerja lebih bersih, kontrol air, hara dan pH lebih teliti, masalah hama dan penyakit tanaman dapat dikurangi serta dapat menanam tanaman di lokasi yang tidak mungkin/sulit ditanami seperti di lingkungan tanah yang miskin hara dan berbatu atau di garasi (dalam ruangan lain) dengan tambahan lampu.
Sedangkan kelemahannya adalah ketersediaan dan pemeliharaan perangkat hidroponik agak sulit, memerlukan keterampilan khusus untuk menimbang dan meramu bahan kimia serta investasi awal yang mahal.
Teknik Budidaya
A. Media.
Media hidroponik yang baik memiliki pH yang netral atau antara 5.5 -6.5. Selain itu media harus porous dan dapat mempertahankan kelembaban. Media yang digunakan dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan tahap pertumbuhan tanaman :
1. Media untuk persemaian atau pembibitan. Untuk persemaian dapat digunkan media berupa pasir halus, arang sekam atau rockwool. Pasir halus sering digunakan karena mudah diperoleh dan harganya murah, namun kurang dapat menahan air dan tidak terdapat nutrisi di dalamnya. Media yang biasa digunakan adalah campuran arang sekam dan serbuk gergaji atau serbuk sabut kelapa.
2. Media untuk tanaman dewasa. Media untuk tanaman dewasa hampir sama dengan media semai, yaitu pasir agak kasar, arang sekam, rockwool dan lain-lain. Media yang ideal adalah arang sekam. Keuntungannya adalah kebersihan dan sterilitas media lebih terjamin bebas dari kotoran maupun organisme yang dapat mengganggu seperti cacing, kutu dan sebagainya yang dapt hidup dalam pasir. Media arang sekam bersifat lebih ringan namun lebih mudah hancur, penggunaannya hanya dapat untuk dua kali pemakaian. Arang sekam dapat dibeli di toko-toko pertanian atau membuat sendiri.
B. Benih.
Pemilihan benih sangat penting karena produktivitas tanaman teranganutng dari keunggulan benih yang dipilih. Periksa label kemasan benih, yaitu tanggal kadaluarsa, persentase tumbuh dan kemurnian benih. Pemilihan komoditas yang akan ditanam diperhitungkan masak-masak mengenai harga dan pemasarannya. Contoh sayuran eksklusif yang mempunyai nilai jual di atas rat-rata adalah tomat Recento, ketimun Jepang, Melon, parika, selada, kailan, melon dan lain-lain.
C. Peralatan Budidaya Hidroponik
1. Wadah semai, bisa menggunakan pot plastik, polybag kecil, bak plastik,
nampan semai, atau kotak kayu (Wadah tanaman dewasa, umumnya digunakan polybag berukuran 30-40 cm dengan lobang secukupnya untuk mengalirkan kelebihan air saat penyiraman).
2. Kertas tissu/koran basah untuk menjaga kelembaban.
3. Ayakan pasir untuk mengayak media semai.
4. Handsprayer untuk penyiraman.
5. Centong pengaduk media, pinset untuk mengambil bibit dari wadah semai.
6. Polybag ukuran 5 kg untuk penanaman transplant, benang rami (seperti yang sering digunakan tukang bangunan) untuk mengikat tanaman, dan ember penyiram.
D. Pelaksanaan.
1. Persiapan media semai. Sebelum melakukan persemaian, campuran media semai diaduk dahulu secara merata.
2. Persemaian tanaman.
a. Persemaian benih besar. Untuk benih yang berukuran besar seperti benih melon dan ketimun, sebaiknya dilakukan perendaman di dalam air hangat kuku selama 2-3 jam dan langsung ditanamkan dalam wadah semai yang berisi media dan telah disiram dengan air. Benih diletakkan dengan pinset secara horisontal 4-5 mm dibawah permukaan media. Transplanting bibit dari wadah semai ke wadah yang lebih besar dapat dilakukan ketika tinggi bibit sekitar 12-15 cm (28-30 hari setelah semai).
b. Persemaian benih kecil. Untuk benih berukuran kecil seperti tomat, cabai, terong dan sebagainya cara persemaiannya berbeda dengan benih besar. Pertama siapkan wadah semai dengan media setebal 5-7 cm. Di tempat terpisah tuangkan benih yang dicampurkan dengan pasir kering steril secukupnya dan diaduk merata. Benih yang telah tercampur dengan pasir ditebarkan di atas permukaan media semai secara merata, kemudian ditutup dengan media semai tipis-tipis (3-5 mm). Setelah itu permukaan wadah semai ditutup dengan kertas tisu yang telah dibasahi dengan handsprayer kemudian simpan di tempat gelap dan aman.Wadah semai sebaiknya dikenakan sinar matahari tip pagi selama 1-2 jam agar perkecambahan tumbuh dengan baik dan sehat. Setelah benih mulai berkecambah, kertas tisu dibuang. Setelah bibit mencapai tinggi 2-3 cm dipindahkan ke dalam pot/polybag pembibitan.
3. Perlakuan semai. Bibit kecil yang telah berkecambah di dalam wadah semai perlu disirami dengan air biasa. Penyiraman jangan berlebih, karena dapat menyebabkan serangan penyakit busuk.
4. Pembibitan. Setalah bibit berumur 15-17 hari (bibit yang berasal dari benih kecil) perlu dipindahkan dari wadah semai ke pot/polybag pembibitan agar dapat tumbuh dengan baik. Caranya adalah dengan mencabut kecambah di wadah semai (umur 3-4 minggu setelah semai) secara hati-hati dengan tangan agar akar tidak rusak kemudian tanam pada lubang tanam yang telah dibuat pada pot/polybag pembibitan.
5. Transplanting/pindah tanam. Sebelum dilakukan pindah tanam, perlu dilakukan persiapan media tanam, yaitu dengan mengisikan media tanam ke polybag. Sebaiknya pengisian dilakukan di dekat lokasi penanaman di dalam green house agar sterilitas media tetap terjaga. Setelah wadah tanam siap dan dibuatkan lubang tanam, maka transplanting siap dilakukan. Transplanting dilakukan dengan membalikkan pot pembibitan secara perlahan-lahan dan menahan permukaannya dengan jemari tangan (bibit dijepit diantara jari telunjuk dan jari tengah). Jika pada pembibitan digunakan polybag, maka cara transplanting bisa dilakukan dengan memotong/menggunting dasar polybag secara horisontal.
6. Penyiraman. Penyiraman dilakukan secara kontinu, dengan indikator apabila media tumbuh dipegang dengan tangan terasa kering. Meida tanam hidroponik bersifat kering sehingga penyiraman tanaman jangan sampai terlambat. Jenis dan cara penyiraman adalah sebagai berikut:
a. Penyiraman manual. Penyiraman dilakukan dengan handsprayer, gembor/emprat atau gayung. Cara penyiramannya adalah sebagai berikut :
1) Pada masa persemaian. Cara penyiraman untuk benih berukuran kecil cukup dengan handsprayer 4-5 kali sehari untuk menjaga kelembaban media. Untuk benih berukuran besar digunakan gembor/emprat berlubang halus atau tree sprayer.
2) Pada masa pembibitan. Penyiraman dilakukan dengan gembor dilakukan sebanyak 5-6 kali sehari dan ditambahkan larutan encer hara.
3) Pada masa pertumbuhan dan produksi. Penyiraman dilakukan dengan memeberikan 1.5-2.5 l larutan encer hara setiap harinya.
b. Penyiraman otomatis. Penyiraman dapat dilakukan dengan Sprinkle Irrigation System dan Drip Irrigation System, yaitu sistem penyiraman semprot dan tetes . Sumber tenaga berasal dari pompa.
7. Perawatan Tanaman. Perawatan tanaman yang perlu dilakukan antara lain adalah :
a. Pemangkasan. Pemangkasan dilakukan untuk membuang cabang yang tidak dikehendaki, tunas air, atau cabang yang terkena serangan penyakit. Pemangkasan dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Misal pada tomat recento hanya dipelihara satu batang utama untuk produksi.
b. Pengikatan. Tanaman yang telah berada di wadah tanam selama 7 hari memerlukan penopang agar dapat berdiri tegak sehingga tanaman dapat tumbuh rapi dan teratur. Penopang tersebut diberikan dengan cara mengikat tanaman dengan tali (benang rami).
c. Penjarangan bunga (pada sayuran buah). Penjarangan bunga perlu dilakukan agar pertumbuhan buah sama besar. Namun hasil penelitian penjarangan bunga pada ketimun Gherkin tidak menunjukkan hasil yang berbeda dengan perlakuan tanpa penjarangan bunga.
d. Pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian dapat dilakukan baik secara manual maupun dengan pestisida.
8. Panen dan Pasca panen.
a. Pemanenan. Dalam pemanenan perlu diperhatikan cara pengambilan buah/ hasil panen agar diperoleh mutu yang baik, misalnya dengan menggunakan alat bantu pisau atau gunting panen. Cara panen yang benar dan hati-hati akan mencegah kerusakan tanaman yang dapat mengganggu produksi berikutnya. Kriteria panen masing-masing jenis sayuran berlainan satu sama lainnya dan tergantung dari pasar. Makin besar buah belum tentu makin mahal/laku, malah termasuk kriteria buah afkir sehingga waktu panen yang tepat dan pengawasan pada proses produksi perlu diperhatikan.
b. Penanganan pasca panen. Pemasaran produk hasil budidaya hidroponik sangat dipengaruhi oleh perlakuan pasca panen. Standar harga penjualan produksi tergantung dari menarik atau tidaknya produk yang dihasilkan, terutama dilihat dari penampilan produk (bentuk, warna, dan ukuran). Perlakuan pasca panen sangat penting karena kualitas produk tidak semata-mata dari hasil produksi saja, melainkan sangat tegantung dan ditentukan oleh penanganan pasca panen, kemasan, sistem penyusunan, metode pengangkutam maupun selektivitas produk. Kerusakan produk dapat dikurangai dengan penanganan pasca panen yang tepat sehingga diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah pada produk yang dijual.
Senin, 01 November 2010
Kebutuhan Air Tanaman Tebu
Bab 1. Pendahuluan
Kebutuhan air tanaman merupakan jumlah air yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh optimal yang dapat pula diartikan sebagai jumlah air yang digunakan untuk memenuhi proses evapotranspirasi tanaman.
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman pokok penghasil gula. Produktivitas tanaman ini dipengaruhi iklim, jenis tanah, pengairan, jarak tanam dan varietas. Peningkatan produksi gula dapat tercapai apabila ditunjang antara lain dengan penerapan teknologi budidaya yang tepat, yang memperhatikan sifat lahan dan kebutuhan air. Teknik budidaya tebu lahan kering menghendaki adanya pendayagunaan air secara optimal, agar kebutuhan air tanaman tebu dapat terpenuhi.
Salah satu masalah utama budidaya tebu adalah tingginya kompetisi gulma, terutama ketika tumbuhan masih muda. Gulma merupakan pesaing untuk mendapatkan air, zat hara, sinar matahari dan ruang tumbuh. Di samping itu dapat menjadi sarang hama dan penyakit serta dapat menghasilkan senyawa sekunder yang bersifat racun. Herbisida merupakan salah satu alternatif untuk mengendalikan gulma, karena penggunaannya sederhana dan efektif. Namun senyawa ini juga dapat mematikan tanaman muda. Untuk itu perlu ditemukan tanaman tebu yang tahan terhadap herbisida.
Penemuan varietas baru dapat dilakukan melalui seleksi. Dasar pemuliaan tanaman adalah adanya kera-gaman genetik pada sel. Keragaman ini dapat dinaikkan dengan induksi radiasi energi tinggi sehingga terjadi mutasi sel (Novak, 1973). Meskipun metode ini sering menimbulkan tanaman baru yang steril, kemampuan regenerasi dan daya hidupnya rendah. Sterilitas dan rendahnya daya hidup sel disebabkan dosis radiasi yang kurang tepat. Sedangkan rendahnya kemampuan regenerasi disebabkan tingginya frekuensi subkultur (Gao dkk., 1991; Mac Donald dkk., 1991). Menurut Handro (1981) dan Novak (1991) kultur yang telah diradiasi harus segera dipindah ke medium segar, namun sebaliknya menurut Thrope (1982) subkultur dapat menurunkan kemampuan regenerasi.
Botani Tanaman Tebu
Klasifikasi tanaman tebu (Benson, 1957) adalah:
Filum : Angiospermae
Sub Filum : Monocotyledoneae
Divisi : Glumiflorae
Ordo : Graminales
Familia : Gramineae
Sub Familia : Panicoideae
Tribe : Andropogoneae
Sub Tribe : Saccharine
Genus :Saccharum
Spesies :Saccharum officinarum L.
Bab 2. Isi
A. Syarat Tumbuh Tanaman Tebu
Syarat Tumbuh yang harus diperhatikan dalam budidaya Tebu adalah sebagai Berikut:
Kesesuaian Iklim
Tanaman tebu dapat tumbuh di daerah beriklim panas dan sedang (daerah tropik dan subtropik) dengan daerah penyebaran yang sangat luas yaitu antara 35o LS dan 39o LU. Unsur – unsur iklim yang penting bagi pertumbuhan tanaman tebu adalah curah hujan, sinar matahari, angin, suhu, dan kelembaban udara.
Curah Hujan
Tanaman tebu banyak membutuhkan air selama masa pertumbuhan vegetatifnya, namun menghendaki keadaan kering menjelang berakhirnya masa petumbuhan vegetatif agar proses pemasakan (pembentukan gula) dapat berlangsung dengan baik. Berdasarkan kebutuhan air pada setiap fase pertumbuhannya, maka secara ideal curah hujan yang diperlukan adalah 200 mm per bulan selama 5 – 6 bulan berturutan, 2 bulan transisi dengan curah hujan 125 mm per bulan, dan 4 – 5 bulan berturutan dengan curah hujan kurang dari 75 mm tiap bulannya. Daerah dataran rendah dengan curah hujan tahunan 1.500 – 3.000 mm dengan penyebaran hujan yang sesuai dengan pertumbuhan dan kemasakan tebu merupakan daerah yang sesuai untuk pengembangan tanaman tebu.
Sinar Matahari
Radiasi sinar matahari sangat diperlukan oleh tanaman tebu untuk pertumbuhan dan terutama untuk proses fotosintesis yang menghasilkan gula. Jumlah curah hujan dan penyebarannya di suatu daerah akan menentukan besarnya intensitas radiasi sinar matahari. Cuaca berawan pada siang maupun malam hari bisa menghambat pembentukan gula. Pada siang hari, cuaca berawan menghambat proses fotosintesis, sedangkan pada malam hari menyebabkan naiknya suhu yang bisa mengurangi akumulasi gula karena meningkatnya proses pernafasan.
Angin
Angin dengan kecepatan kurang dari 10 km/jam adalah baik bagi pertumbuhan tebu karena dapat menurunkan suhu dan kadar CO2 di sekitar tajuk tebu sehingga fotosintesis tetap berlangsung dengan baik. Kecepatan angin yang lebih dari 10 km/jam disertai hujan lebat, bisa menyebabkan robohnya tanaman tebu yang sudah tinggi.
Suhu
Suhu sangat menentukan kecepatan pertumbuhan tanaman tebu, sebab suhu terutama mempengaruhi pertumbuhan menebal dan memanjang tanaman ini. Suhu siang hari yang hangat atau panas dan suhu malam hari yang rendah diperlukan untuk proses penimbunan sukrosa pada batang tebu. Suhu optimal untuk pertumbuhan tebu berkisar antara 24 – 30 oC, beda suhu musiman tidak lebih dari 6o, dan beda suhu siang dan malam hari tidak lebih dari 10o.
Kelembaban Udara
Kelembaban udara tidak banyak berpengaruh pada pertumbuhan tebu asalkan kadar air cukup tersedia di dalam tanah, optimumnya < 80%.
Kesesuaian Lahan
Tanah merupakan faktor fisik yang terpenting bagi pertumbuhan tebu. Tanaman tebu dapat tumbuh dalam berbagai jenis tanah, namun tanah yang baik untuk pertumbuhan tebu adalah tanah yang dapat menjamin kecukupan air yang optimal. Tanah yang baik untuk tebu adalah tanah dengan solum dalam (>60 cm), lempung, baik yang berpasir dan lempung liat. Derajat keasaman (pH) tanah yang paling sesuai untuk pertumbuhan tebu berkisar antara 5,5 – 7,0. Tanah dengan pH di bawah 5,5 kurang baik bagi tanaman tebu karena dengan keadaan lingkungan tersebut sistem perakaran tidak dapat menyerap air maupun unsur hara dengan baik, sedangkan tanah dengan pH tinggi (di atas 7,0) sering mengalami kekurangan unsur P karena mengendap sebagai kapur fosfat, dan tanaman tebu akan mengalami “chlorosis” daunnya karena unsur Fe yang diperlukan untuk pembentukan daun tidak cukup tersedia. Tanaman tebu sangat tidak menghendaki tanah dengan kandungan Cl tinggi.
Kelas Kesesuaian Lahan dan Faktor Pembatas
Berpedoman pada syarat tumbuh tanaman tebu, maka faktor pembatas utama untuk tanaman tebu adalah kesuburan tanah, solum tanah, kemiringan lereng dan tekstur tanah. Pengusahaan tanaman tebu harus dilakukan pada tanah dengan kemiringan <8%. Tanah dengan kelas S1, S2 dan S3 tanpa faktor pembatas yang berat merupakan klas lahan yang sesuai untuk tanaman tebu. Sebaran lahan tebu di Indonesia disajikan pada tabel.
Sebaran Lokasi Lahan Tebu di Indonesia Berdasarkan Tipe Iklim dan Jenis Tanah
No | Iklim | Jenis Tanah | Lokasi | |
1 | B1 | Aluvial | Medan | |
2 | B2 | Podsolik Merah Kuning | Lampung (Bunga Mayang, Cintamanis, Gunung Madu, GPM) | |
3 | C2 | Aluvial | Jatiroto, Pelaihari (Kal-Sel) | |
4 | C2 | Latosol | Cirebon | |
5 | C3 | Mediteran | Jatitujuh, Jawa Barat | |
6 | C3 | Regosol | Jengkol, Jawa Timur | |
7 | D2 | Mediteran | Camming, Sulawesi Selatan | |
8 | D2 | Latosol | Subang, Jawa Barat | |
9 | D3 | Aluvial | Jawa Tengah Utara | |
10 | D4 | Mediteran | Takalar, Sulawesi Selatan | |
11 | E | Aluvial | Pasuruan dan sekitarnya |
B. Kebutuhan Air pada Tanaman Tebu
Kebutuhan air terbesar terjadi pada saat tebu berumur 4 sampai 9 bulan, dimana pada umur tersebut tebu berada pada masa vegetatif aktif. Pada masa tersebut, kekurangan air akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tebu seperti diameter batang kecil dan jarak antar buku kecil sehingga tinggi pohon berkurang. Kebutuhan air terendah terjadi pada saat tebu berumur 12 bulan, yaitu masa siap panen. Saat itu tebu tidak membutuhkan banyak air lebih, karena kelebihan air akan berpengaruh pada proses pemasakan yaitu menyebabkan rendemen tebu turun. Tanaman tebu diberi air secukupnya pada musim kemarau tetapi tebu tidak perlu diairi pada musim hujan. Perkiraan kebutuhan air untuk tanaman tebu adalah 1,5 kali kebutuhan air untuk tanaman palawija.
Total ketersediaan air bagi tanaman tebu pada umur 1 – 12 bulan, besamya antara 14.82 mm sampai 140.5 mm. Kondisi tersebut dapat dieapai apabila kadar air tanah berada pada titik kapasitas lapang.
C. Kekurangan Air pada Tanaman Tebu
Masalah ketersediaan air menurut ruang dan waktu serta pengelolaan sumber daya iklim memang memegang peranan strategis dalam proses produksi tebu lahan kering. Kekeringan yang terjadi pada fase kritis akan berdampak terhadap penurunan produksi tebu/hektar paling besar dibandingkan fase lainnya yaitu fase pembentukan gula maupun fase pematangan. Kondisi tersebut berdampak terhadap penurunan produktivitas gula persatuan luas secara signifikan, meskipun secara kuantitas rendemen (kandungan gula persatuan berat tebu) meningkat.
Kehilangan hasil akibat kekeringan (water stress) secara kuantitatif menurut FAO (1997) dapat mencapai 40 % dari potensi produksinya apabila terjadi fase kritis tanaman. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Agroklimat dan Hidrologi (2003) bekerjasama dengan perusahaan tebu swasta di Lampung menunjukkan bahwa kehilangan tersebut dapat bervariasi antara 5-45% tergantung saat cekaman dan distribusi curah hujan pada musim kering.
Pendayagunaan sumber daya air untuk menekan resiko kekeringan penurunan hasil tebu dapat dilakukan dengan pengembangan konsep “rainfall and runoff harvesting” melalui pembangunan “channel reservoir”. Berdasarkan karakteristik potensi sumber daya air hujan lahan kering dan hasil simulasi kebutuhan air untuk seluruh fase pertumbuhan tanaman, ternyata secara kuantitas kebutuhan air tebu dapat dicukupi apabila potensi aliran permukaan dapat disimpan pada saat musim hujan dan didistribusikan pada saat musim kemarau. Teknologi ini terbukti sangat efektif untuk menekan laju aliran permukaan (runoff velocity), erosi dan pencucian hara (nutrient leaching) serta menyediakan air secara spasial dan temporal, sehingga peluang terjadinya cekaman air dapat diminimalkan.
Langganan:
Postingan (Atom)