Senin, 01 November 2010

Kebutuhan Air Tanaman Tebu

Bab 1.   Pendahuluan
Kebutuhan air tanaman merupakan jumlah air yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh optimal yang dapat pula diartikan sebagai jumlah air yang digunakan untuk memenuhi proses evapotranspirasi tanaman.
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman pokok penghasil gula. Produktivitas tanaman ini dipengaruhi iklim, jenis tanah, pengairan, jarak tanam dan varietas. Peningkatan produksi gula dapat tercapai apabila ditunjang antara lain dengan penerapan teknologi budidaya yang tepat, yang memperhatikan sifat lahan dan kebutuhan air. Teknik budidaya tebu lahan kering menghendaki adanya pendayagunaan air secara optimal, agar kebutuhan air tanaman tebu dapat terpenuhi.
Salah satu masalah utama budidaya tebu adalah tingginya kompetisi gulma, terutama ketika tumbuhan masih muda. Gulma merupakan pesaing untuk mendapatkan air, zat hara, sinar matahari dan ruang tumbuh. Di samping itu dapat menjadi sarang hama dan penyakit serta dapat menghasilkan senyawa sekunder yang bersifat racun. Herbisida merupakan salah satu alternatif untuk mengendalikan gulma, karena penggunaannya sederhana dan efektif. Namun senyawa ini juga dapat mematikan tanaman muda. Untuk itu perlu ditemukan tanaman tebu yang tahan terhadap herbisida.
Penemuan varietas baru dapat dilakukan melalui seleksi. Dasar pemuliaan tanaman adalah adanya kera-gaman genetik pada sel. Keragaman ini dapat dinaikkan dengan induksi radiasi energi tinggi sehingga terjadi mutasi sel (Novak, 1973). Meskipun metode ini sering menimbulkan tanaman baru yang steril, kemampuan regenerasi dan daya hidupnya rendah. Sterilitas dan rendahnya daya hidup sel disebabkan dosis radiasi yang kurang tepat. Sedangkan rendahnya kemampuan regenerasi disebabkan tingginya frekuensi subkultur (Gao dkk., 1991; Mac Donald dkk., 1991). Menurut Handro (1981) dan Novak (1991) kultur yang telah diradiasi harus segera dipindah ke medium segar, namun sebaliknya menurut Thrope (1982) subkultur dapat menurunkan kemampuan regenerasi.
Botani Tanaman Tebu
Klasifikasi tanaman tebu (Benson, 1957) adalah:
Filum : Angiospermae
Sub Filum         : Monocotyledoneae
Divisi                : Glumiflorae
Ordo                : Graminales
Familia : Gramineae
Sub Familia      : Panicoideae
Tribe                : Andropogoneae
Sub Tribe         : Saccharine
Genus               :Saccharum
Spesies             :Saccharum officinarum L.
Bab 2.   Isi

A.       Syarat Tumbuh Tanaman Tebu
Syarat Tumbuh yang harus diperhatikan dalam budidaya Tebu adalah sebagai Berikut:
Kesesuaian Iklim
Tanaman tebu dapat tumbuh di daerah beriklim panas dan sedang (daerah tropik dan subtropik) dengan daerah penyebaran yang sangat luas yaitu antara 35o LS dan 39o LU. Unsur – unsur iklim yang penting bagi pertumbuhan tanaman tebu adalah curah hujan, sinar matahari, angin, suhu, dan kelembaban udara.
Curah Hujan
Tanaman tebu banyak membutuhkan air selama masa pertumbuhan vegetatifnya, namun menghendaki keadaan kering menjelang berakhirnya masa petumbuhan vegetatif agar proses pemasakan (pembentukan gula) dapat berlangsung dengan baik. Berdasarkan kebutuhan air pada setiap fase pertumbuhannya, maka secara ideal curah hujan yang diperlukan adalah 200 mm per bulan selama 5 – 6 bulan berturutan, 2 bulan transisi dengan curah hujan 125 mm per bulan, dan 4 – 5 bulan berturutan dengan curah hujan kurang dari 75 mm tiap bulannya. Daerah dataran rendah dengan curah hujan tahunan 1.500 – 3.000 mm dengan penyebaran hujan yang sesuai dengan pertumbuhan dan kemasakan tebu merupakan daerah yang sesuai untuk pengembangan tanaman tebu.
Sinar Matahari
Radiasi sinar matahari sangat diperlukan oleh tanaman tebu untuk pertumbuhan dan terutama untuk proses fotosintesis yang menghasilkan gula. Jumlah curah hujan dan penyebarannya di suatu daerah akan menentukan besarnya intensitas radiasi sinar matahari. Cuaca berawan pada siang maupun malam hari bisa menghambat pembentukan gula. Pada siang hari, cuaca berawan menghambat proses fotosintesis, sedangkan pada malam hari menyebabkan naiknya suhu yang bisa mengurangi akumulasi gula karena meningkatnya proses pernafasan.
Angin
Angin dengan kecepatan kurang dari 10 km/jam adalah baik bagi pertumbuhan tebu karena dapat menurunkan suhu dan kadar CO2 di sekitar tajuk tebu sehingga fotosintesis tetap berlangsung dengan baik. Kecepatan angin yang lebih dari 10 km/jam disertai hujan lebat, bisa menyebabkan robohnya tanaman tebu yang sudah tinggi.
Suhu
Suhu sangat menentukan kecepatan pertumbuhan tanaman tebu, sebab suhu terutama mempengaruhi pertumbuhan menebal dan memanjang tanaman ini. Suhu siang hari yang hangat atau panas dan suhu malam hari yang rendah diperlukan untuk proses penimbunan sukrosa pada batang tebu. Suhu optimal untuk pertumbuhan tebu berkisar antara 24 – 30 oC, beda suhu musiman tidak lebih dari 6o, dan beda suhu siang dan malam hari tidak lebih dari 10o.
Kelembaban Udara
Kelembaban udara tidak banyak berpengaruh pada pertumbuhan tebu asalkan kadar air cukup tersedia di dalam tanah, optimumnya < 80%.
Kesesuaian Lahan
Tanah merupakan faktor fisik yang terpenting bagi pertumbuhan tebu. Tanaman tebu dapat tumbuh dalam berbagai jenis tanah, namun tanah yang baik untuk pertumbuhan tebu adalah tanah yang dapat menjamin kecukupan air yang optimal. Tanah yang baik untuk tebu adalah tanah dengan solum dalam (>60 cm), lempung, baik yang berpasir dan lempung liat. Derajat keasaman (pH) tanah yang paling sesuai untuk pertumbuhan tebu berkisar antara 5,5 – 7,0. Tanah dengan pH di bawah 5,5 kurang baik bagi tanaman tebu karena dengan keadaan lingkungan tersebut sistem perakaran tidak dapat menyerap air maupun unsur hara dengan baik, sedangkan tanah dengan pH tinggi (di atas 7,0) sering mengalami kekurangan unsur P karena mengendap sebagai kapur fosfat, dan tanaman tebu akan mengalami “chlorosis” daunnya karena unsur Fe yang diperlukan untuk pembentukan daun tidak cukup tersedia. Tanaman tebu sangat tidak menghendaki tanah dengan kandungan Cl tinggi.
Kelas Kesesuaian Lahan dan Faktor Pembatas
Berpedoman pada syarat tumbuh tanaman tebu, maka faktor pembatas utama untuk tanaman tebu adalah kesuburan tanah, solum tanah, kemiringan lereng dan tekstur tanah. Pengusahaan tanaman tebu harus dilakukan pada tanah dengan kemiringan <8%. Tanah dengan kelas S1, S2 dan S3 tanpa faktor pembatas yang berat merupakan klas lahan yang sesuai untuk tanaman tebu. Sebaran lahan tebu di Indonesia disajikan pada tabel.
Sebaran Lokasi Lahan Tebu di Indonesia Berdasarkan Tipe Iklim dan Jenis Tanah
No
Iklim
Jenis Tanah
Lokasi

1
B1
Aluvial
Medan

2
B2
Podsolik Merah Kuning
Lampung (Bunga Mayang, Cintamanis, Gunung Madu, GPM)

3
C2
Aluvial
Jatiroto, Pelaihari (Kal-Sel)

4
C2
Latosol
Cirebon

5
C3
Mediteran
Jatitujuh, Jawa Barat

6
C3
Regosol
Jengkol, Jawa Timur

7
D2
Mediteran
Camming, Sulawesi Selatan

8
D2
Latosol
Subang, Jawa Barat

9
D3
Aluvial
Jawa Tengah Utara

10
D4
Mediteran
Takalar, Sulawesi Selatan

11
E
Aluvial
Pasuruan dan sekitarnya

B.       Kebutuhan Air pada Tanaman Tebu
Kebutuhan air terbesar terjadi pada saat tebu berumur 4 sampai 9 bulan, dimana pada umur tersebut tebu berada pada masa vegetatif aktif. Pada masa tersebut, kekurangan air akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tebu seperti diameter batang kecil dan jarak antar buku kecil sehingga tinggi pohon berkurang. Kebutuhan air terendah terjadi pada saat tebu berumur 12 bulan, yaitu masa siap panen. Saat itu tebu tidak membutuhkan banyak air lebih, karena kelebihan air akan berpengaruh pada proses pemasakan yaitu menyebabkan rendemen tebu turun. Tanaman tebu diberi air secukupnya pada musim kemarau tetapi tebu tidak perlu diairi pada musim hujan. Perkiraan kebutuhan air untuk tanaman tebu adalah 1,5 kali kebutuhan air untuk tanaman palawija.
Total ketersediaan air bagi tanaman tebu pada umur 1 – 12 bulan, besamya antara 14.82 mm sampai 140.5 mm. Kondisi tersebut dapat dieapai apabila kadar air tanah berada pada titik kapasitas lapang.

C.       Kekurangan Air pada Tanaman Tebu
Masalah ketersediaan air menurut ruang dan waktu serta pengelolaan sumber daya iklim memang memegang peranan strategis dalam proses produksi tebu lahan kering. Kekeringan yang terjadi pada fase kritis akan berdampak terhadap penurunan produksi tebu/hektar paling besar dibandingkan fase lainnya yaitu fase pembentukan gula maupun fase pematangan. Kondisi tersebut berdampak terhadap penurunan produktivitas gula persatuan luas secara signifikan, meskipun secara kuantitas rendemen (kandungan gula persatuan berat tebu) meningkat.
Kehilangan hasil akibat kekeringan (water stress) secara kuantitatif menurut FAO (1997) dapat mencapai 40 % dari potensi produksinya apabila terjadi fase kritis tanaman. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Agroklimat dan Hidrologi (2003) bekerjasama dengan perusahaan tebu swasta di Lampung menunjukkan bahwa kehilangan tersebut dapat bervariasi antara 5-45% tergantung saat cekaman dan distribusi curah hujan pada musim kering.
Pendayagunaan sumber daya air untuk menekan resiko kekeringan penurunan hasil tebu dapat dilakukan dengan pengembangan konsep “rainfall and runoff harvesting” melalui pembangunan “channel reservoir”. Berdasarkan karakteristik potensi sumber daya air hujan lahan kering dan hasil simulasi kebutuhan air untuk seluruh fase pertumbuhan tanaman, ternyata secara kuantitas kebutuhan air tebu dapat dicukupi apabila potensi aliran permukaan dapat disimpan pada saat musim hujan dan didistribusikan pada saat musim kemarau. Teknologi ini terbukti sangat efektif untuk menekan laju aliran permukaan (runoff velocity), erosi dan pencucian hara (nutrient leaching) serta menyediakan air secara spasial dan temporal, sehingga peluang terjadinya cekaman air dapat diminimalkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar